Jumat, 05 Januari 2018

PIAGAM GUMI SASAK: SEBUAH SIMBOL JATI DIRI KEBUDAYAAN SUKU SASAK

PIAGAM GUMI SASAK: SEBUAH SIMBOL JATI DIRI KEBUDAYAAN SUKU SASAK



   Tanggal 26 Desember 2015 adalah peristiwa bersejarah bagi kebudayaan yang ada di NTB,khususnya masyarakat Sasak, Samawa, dan mbojo. Pada tanggal itu berkumpul tokoh-tokoh

masyarakat dari tiga kebudayaan tersebut untuk merumuskan semacam sebuah pernyataan sikap yang bertempat di aula Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, Lombok. Pernyataan sikap itu dirumuskan sebab keberangkatan dari kegundahan dan kegalauan tentang konsep kebudayaan yang selama ini semakin mengarah pada konsep yang salah dan tak tentu arah. Fenomena yang terjadi adalah banyaknya isu-isu miring tidak mengenakan yang tertulis maupun terlisankan mengenai kebudayaan Sasak, Samawa, dan Mbojo tanpa adanya konfirmasi terlebih dahulu kepada pemilik kebudayaan itu sendiri. Salah satunya permasalahan yang tejadi yaitu aksi saling serang pendapat/ cek-cok antartokoh agama mengenai pemikiran tentang kebudayaan sasak. Maka pada tanggal 26 Desember 2015 lalu beberapa tokoh dari tiga kebudayaan tersebut berkumpul untuk mencetuskan sebuah pernyataan sikap.
          Tokoh-tokoh masyarakat Sasak saat itu adalah satu-satunya ikon kebudayaan yang berani memproklamirkan pernyatakan sikapnya, sehingga saat itu hanya menghasilkan satu pernyataan sikap yang dikenal dengan sebutan Piagam Gumi Sasak. Harapannya, di beberapa bulan kemudian tokoh-tokoh masyarakat dari Samawa dan Mbojo juga akan segera mencetuskan hal yang sama, akan tetapi sampai saat ini belum terlaksana juga. Hal ini tidak diketahui apa penyebabnya. Apakah dikarenakan belum adanya dukungan dari pihak berkepentingan lainnya maupun dukungan dari pemerintah. Tetapi yang jelas, pada tanggal 26 Desember 2015 tokoh -tokoh masyarakat Sasak secara independen tanpa bantuan pemerintah mencetuskan pernyataan sikapnya, yang disebut sebagai Piagam Gumi Sasak. Berikut ini isi naskah dari Piagam Gumi Sasak.
PIAGAM GUMI SASAK
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Menjadi bangsa Sasak adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT, dan generasi mendatang. Menunaikan amanah Sasak itu sejatinya merupakan matarantai sejarah kemanusisaan, melalui simbol-simbol yang diletakkan kedalam pemikiran bangsa Sasak  yang  terhampar di Gumi Paer. Simbol-simbol itu merupakan tanda-tanda yang terbaca yang membawa kembali menuju jati diri  yang sebenarnya.
Perjalanan sejarah Bangsa Sasak diwarnai oleh hikmah yang tertuang  dalam berbagai bencana yang menenggelamkan, mengaburkan, dan menistakan keluhuran Budaya Sasak. Berbagai catatan penekanan, pendangkalan makna, pengaburan jati diri sampai pembohongan sejarah dengan berbagai kepentingan para penguasa yang masih berlangsung hingga saat ini, melalui pencitraan Budaya dan Sejarah Bangsa yang ditulis dengan perspektif dan kepentingan kolonialisme dan imperialisme modern. Hal itu telah membuat bangsa ini menjadi bangsa interior yang tak mampu tegak di antara bangsa-bangsa lain dalam rangka menegakan amanat kefitrahannya sebagai sebuah bangsa.
Sadar akan hal tersebut, kami anak-anak bangsa Sasak mengumumkan PIAGAM GUMI SASAK sebagai berikut:
Pertama      :Berjuang bersama menggali dan menegakan jati diri bangsa  Sasak demi kedaulatan dan kehormatan Budaya Sasak.
Kedua          :Berjuang bersama memelihara, menjaga, dan mengembangkan khazanah intelektual Bangsa Sasak agar terpelihara kemurnian, kebenaran, kepatutan, dan keindahannya sesuai dengan roh budaya Sasak.
Ketiga         :Berjuang bersama menegakan harkat dan martabat bangsa Sasak melalui karya-karya kebudayaan yang membawa bangsa Sasak menjadi bangsa yang maju dengan menjunjung tinggi nilai religiusitas dan tradisionalitas.
Keempat   :Berjuang bersama membangun citra sejati bangsa Sasak Baru dengan kejatidirian yang kuat untuk menghadapi tantangan peradaban masa depan.
Kelima   :Berjuang bersama dalam satu tatanan masyarakat adat yang egaliter,bersatu dan berwibawa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan serta memberkahi perjalanan Bangsa Sasak menuju kemaslahatan seluruh umat manusia.
Mataram, 14 Mulut Tahun Jenawat / 1437 H
26 Desember 2015
          Saat itu didaulatkan seorang tokoh sejarawan yang bernama Dr. Muhammad Fadjri yang diberikan hak untuk membacakan Piagam Gumi Sasak. Ia didampingi oleh salah satu tokoh sastrawan yaitu Murahim M.Pd sebagai pembawa piagam. Suasana penuh khikmad pun semakin terjadi ketika dilantunkannya sebuah pernyataan yakni “Saya ingin merdeka dengan kebudayaan saya sendiri” yang membuat orang-orang seisi ruangan berdiri dan menangis karena terharu. Artinya, rasa bangga masyarakat, dan tokoh-tokoh yang selama ini tidak mengenal dirinya sendiri akhirnya menyadari bahwa inilah saatnya masyarakat sasak memilih jati dirinya yang sebenarnya.
          Banyak tokoh-tokoh masyarakat yang juga ikut terlibat pada saat itu. Terutama diantaranya mereka yang bertanda tangan di dalam Piagam Gumi Sasak, seperti ketua majelis adat Sasak yakni Drs. Lalu Bayu Windia, M.Si., tokoh akademisi budayawan yakni Drs. H. Husni Mu’adz, MA., Ph.D., para tokoh sejarawan, salah satunya seperti Dr. Muhammad Fadjri, M.A., para tokoh agama salah satunya yakni TGH. Ahyar Abduh, dan masih banyak tokoh-tokoh masyarakat lain.
Peristiwa ini merupakan sebuah gerakan kebudayaan untuk menyatukan sikap serta ketegasan budaya suatu suku untuk menangkal isu-isu miring mengenai suatu budaya. Yang diharap  dikemudian nanti bisa diikuti oleh masyarakat kebudayaan lainnya seperi Jawa, Aceh, Sumatra dan lain sebagainya.